Minggu, 31 Oktober 2010

Bencana di Sidoarjo, Berkah di Mana-mana

Kerajaan bisnis dinasti Bakrie semakin agresif merebut sumber-sumber pembentuk opini sejak anak perusahaannya, PT Lapindo Brantas Inc, terpojok karena lumpur di Sidoarjo.

Mereka tidak cukup puas menanamkan pengaruh lewat strategi public relation yang nyaris mustahil berhasil tanpa sokongan duit melimpah. Sebutlah seluruh media terkemuka di Indonesia, niscaya tidak ada yang steril dari iklan layanan kerajaan bisnis Bakrie.

Sebelum digempur lumpur, bisnis yang dirintis mendiang Achmad Bakrie sejak 1945 itu memang sudah merambah bidang media massa. Achmad Bakrie punya tiga anak; Aburizal, Nirwan dan Indra. Lewat ketiganya, bisnis keluarga semakin berjaya. Abu menakhodai kapal induk PT Bakrie Investindo (BIN), Nirwan mengurus PT Bakrie Capital Indonesia (BCI) dan Indra pegang PT Bakrie & Brothers (BB).

Modal mereka mengalir ke usaha media, antara lain, tabloid olahraga GO, koran dan percetakan Nusra di Denpasar, Sinar Pagi di Jakarta dan Berita Buana di Jakarta. Belakangan, masuk juga ke dunia broadcasting lewat AN-teve.

Kini, kerajaan bisnis mereka di bidang media agaknya juga akan terus merangsek. Bukan hanya bikin media baru seperti portal berita KanalOne di Jakarta yang entah mau ganti nama apa lagi.

Di Surabaya, mereka mendirikan Arek TV dan mengakuisisi Surabaya Post, koran yang dibanggakan alumninya sebagai pertanda “keberhasilan jurnalisme yang bermutu“.

Pertanda kekuasaan Bakrie terlihat dari, antara lain, duduknya Gesang Budiarso sebagai Komisaris Utama
PT Media Delta Espe, penerbit Surabaya Post.

Gesang adalah Komisaris Utama PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) dan tangan kanannya, Andi Darussalam Tabusalla, juga menjadi komisaris di PT Media Delta Espe.

Direktur Utama PT Media Delta Espe adalah Banjar Chaeruddin, bekas Pemimpin Redaksi Bisnis Indonesia. Reputasi Banjar di tahun 1996 cukup mengerikan kalau baca karangan berjudul Kemelut di Harian Bisnis Indonesia dari PIPA, layanan berita bawah tanah semasa Orde Baru yang punya keterkaitan dengan Goenawan Mohamad setelah TEMPO dikubur.

Di bawah orang-orang Bakrie itu, tim redaksi Surabaya Post dipimpin Dhimam Abror Djuraid, bekas pemimpin redaksi Jawa Pos yang kemudian mendirikan menghidupkan Suara Indonesia tapi mati lagi.

Abror masuk Surabaya Post setelah dua tahun dibayar Kelompok Kompas Gramedia untuk jadi Pemimpin Redaksi Harian Surya di Surabaya. Abror dua kali jadi Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur tapi baru saja gagal jadi Ketua Umum PWI.


First published in Telisik Jurnalisme